Rabu, 14 Januari 2009

Kalah



Semua mengecam Israel. Aksi bengisnya membunuh ratusan rakyat Palestina sejak dulu menuai hina. Namun, yang perlu diingat sejatinya Israel bisa ada dalam diri kita. Bangsa ini adalah contoh dari sebuah peradaban yang kalah.

Kekalahan yang saya maksud adalah kalahnya cahaya manusiawi, akal, yang telah digantikan oleh hawa nafsu. Kini hawa nafsu yang berkuasa dan akal jadi budak. Dari kepemimpinan nafsu inilah lahir berbagai sifat hewaniyah. Seperti sombong, angkuh arogan, dan selalu serakah, ingin menang sendiri.

Semua orang pun juga bisa berpotensi seperti ini. Apabila cinta dunia sudah membutakan cahaya illahi dalam ruhiyah, maka akal senjata utama khalifah fill ard ini akan lumpuh. Dan saat itulah kekalahan kita. Kalah dalam perang melawan hawa nafsu sendiri.

Dunia yang menawarkan kebahagiaan memang menjadi senjata utama bagi nafsu untuk selalu ingin menang sendiri. Hidup glamor dengan sejuta anggur yang diteguk mampu memabukan kita dari rasa saling memberi dan berbagi.

Contoh nyata satu lagi adalah sebuah fenomena akan krisis global. Tanpa sadar masalah ini berasal dari jiwa kita yang lambat laun sudah dikuasai nafsu. Semua selalu ingin enaknya sendiri. Muda kaya raya, tua foya-foya. Yang kaya ingin makin kaya dan si miskin tak ada yang peduli.

Dari sebuah kerakusan berawallah krisis yang nantinya diramalkan bakal mengakibatkan pemutusan hubungan besar-besaran ini. Dari penggunaan kredit yang macet hingga ulah salah seorang yang benar-benar tahu akan kekalahan kita.

Nah, biang keladi tersebut salah satunya adalah Bernard ”Bernie” Madoff. Yahudi umur 80 tahun ini benar-benar memanfaatkan rasa cinta dunia yang berlebih dari kalangan kaya dunia. Ia menawarkan semacam sistem dengan bunga yang lebih besar dari Bank manapun. Alhasil, ratusan triliun mengalir begitu cepat pada perusahaannya.

Lacur, apa daya, para manusia yang ingin selalu berlebihan ini tak mengerti bila uang yang telah ia percayakan pada “Bernie” akan lenyap. Dalam sebuah artikel yang berjudul rekor si pendosa beralih ke Bernie, Dahlan Iskan menjelaskan bila sistem yang digunakan adalah mengharuskan adanya sistem berantai atau biasa disebut piramid. Harus ada seseorang setelah anda yang juga menaruh disana, maka anda akan mendapat bunga yang menarik. Bila tidak ada, atau ada seseorang yang menarik uang dari piramid riba ini, maka hancurlah sistem keuangan ini.

Dan kehancuran ini benar-benar terjadi. Dampaknya pun memukul telak dunia hingga hampir setengah KO. Krisis ini muncul, dari tangan orang-orang yang melebihi batas dalam mengeruk dunia. Mereka dikalahkan oleh hawa nafsu duniawi yang ingin selalu berlebihan.

Disaat ini, mungkin salah satu petuah bijak lama kembali menemukan makna. Petuah dari hadist Rasullullah yang menganjurkan setiap diri agar tak larut dan hidup secara berlebihan. Makanlah secukupnya dan berhentilah makan sebelum kenyang. Kata-kata yang sederhana, bukan? Tapi memang begitu sulit menerapkannya dijaman yang segalanya sudah mulai dirambah oleh semangat kapitalis.

Di akhir tulisan ini, diri sendiri ingin berkaca apakah selama ini akal sudah dikuasai nafsu. Apakah diri ini sudah kalah? Sebuah pertanyaan yang sampai saat ini selalu membuat diri ini selalu berpikir optimum hingga mencapai titik tertinggi kurva pemikiran.

Namun, disaat diri ini sibuk mengevaluasi, seruan itu datang lagi. Seruan yang sayup-sayup terdengar syahdu ke dalam hati para insan pendamba kemenangan. Melawan hawa nafsu. Seruan itu berbunyi marilah sholat, marilah menuju kemenangan.

Semoga kita selalu bisa melewati peperangan dengan diri sendiri. Perang melawan hawa nafsu. Amin